This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Foto bersama perlepasan siswa kelas IX Tahun pelajan 2010/2011.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 25 Mei 2013

MOTIVASI DAN JENISNYA


Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan / mendesak ( Sardiman 2003:73).


Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi adalah tenaga pendorong yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas siswa. Pada diri siswa mempunyai kekuatan mental yang menjadi penggerak berupa keinginan, perhatian, kemampuan atau cita-cita. Daya penggerak ini adalah motivasi. Motivasi yang timbul dari dalam akan lebih tahan lama dan memungkinkan untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu. 
Menurut McClelland teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. 
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. ( ref)
Thursan Hakim (2005: 26) yang mendefinisikan  motivasi sebagai suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Sardiman (2006:75) menyatakan bahwa motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai. 
Motivasi dapat dibagi menjadi dua, seperti yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2004: 162) sebagai berikut:
a.    Motivasi intrinsik
yaitu motivasi yang tercakup didalam situasi belajar dan menui kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan murid. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. jadi motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.
b.    Motivasi ekstinsik
Yaitu motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti ijazah, tingkatan hadiah, medali pertentangan, dan hukuman. motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pengajaran di sekolah tidak semuanya sesuai dengan kebutuhan siswa.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nasution (2004: 77) bahwa pembagian motivasi itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.    Motivasi intrinsik
Yaitu motivasi yang ada di dalam diri sibelajar yaitu mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajar itu.
2.    Motivasi ekstrinsik
Yaitu motivasi yang berasal dari lingkungan sibelajar, seperti; ingin mendapat pujian, ijazah, kenaikan tingkat, dan sebagainya.
Menurut Sardiman (2006: 89-90) ada dua jenis motivasi, yaitu:
1.    Motivasi intrinsik
Yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
2.    Motivasi ekstrinsik
Adalah motif-motif yang aktif dan akan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar.
Menurut beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa motivasi terbagimenjadi  dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang dan biasanya didorong oleh lingkungan seperti, teman, orang tua, guru, hadiah, lingkungan masyarakat sekitar dan sebagainya.
Seorang guru harus mampu menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswa agar siswa tetap memelihara ketekunannya dalam belajar. Oemar Hamalik (2004: 166-168) mengemukakan bahwa guru dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswanya, ialah sebagai berikut:
1.    Memberi angka
2.    Pujian
3.    Hadiah
4.    Kerja kelompok
5.    Persaingan
6.    Tujuan dan level of aspiration
7.    Sarkasme
8.    Penilaian
9.    Karyawisata dan ekskursi
10.Film pendidikan
11.Belajar melalui radio.
Kemudian Hamzah B. Uno (2008: 34-37) menyatakan bahwa ada beberapa teknik dalam motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran, sebagai berikut:
1.         Pernyataan penghargaan secara verbal.
2.         Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan.
3.         Menimbulkan rasa ingin tahu.
4.         Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa.
5.         Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa.
6.         Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam   belajar.
7.         Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami.
8.         Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.
9.         Menggunakan simulasi dan permainan.
10.     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum.
11.     Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar.
12.     Memahami iklim sosial dalam sekolah.
13.     Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat.
14.     Memperpadukan motif-motif yang kuat.
15.     Memperjelas tujuan yang hendak dicapai.
16.     Merumuskan tujuan-tujuan sementara.
17.     Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai.
18.     Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa.
19.     Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri.
20.     Memberikan contoh yang positif.
Selanjutnya Sardiman A.M (2006: 92) mengemukakan ada beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu:
1.         Memberi angka (simbol dari kegiatan belajarnya)
2.         Memberi hadiah
3.         Persaingan / kompetisi
4.         Ego-involvement
5.         Memberi ulangan
6.         Mengetahui hasil
7.         Pujian
8.         Hukuman
9.         Hasrat untuk belajar
10.     Minat
11.     Tujuan yang diakui



Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terlihat banyak sekali cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk membangkitkan atau  menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dengan motivasi yang tinggi akan mendorong untuk melakukan usaha belajar yang tinggi pula, sehingga hal tersebut mempengaruhi prestasi belajar siswa untuk mencapai hasil yang labih baik. 

HASIL BELAJAR DAN INDIKATORNYA



Hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan hasil belajar adalah sebagian hasil yang  dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengandakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Untuk memahami pengertian hasil belajar maka harus bertitik tolak dari pengertian belajar itu sendiri.

Djamarah  (2002: 13) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga  untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Winkel dalam Darsono (2000: 4) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan  perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 3).
Menurut Sardiman (2004: 21) belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Moh.Uzer Usman dan Lilis Setiawati (2002: 4) mengartikan “Belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.
Sudjana (2000: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar. Whittaker dalam Djamarah (2002: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. 
Percival dan Ellington dalam Daryanto (2010: 59), mengungkapkan “Belajar adalah perubahan yang terjadi karena hubungan yang stabil antara stimulus yang diterima oleh organisme secara individual dengan respon yang tersamar, dimana rendah, besar, kecil, dan intensitas respon tersebut tergantung pada tingkat kematangan fisik, mental dan tendensi yang belajar”. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Belajar bukan hanya sekedar pengalaman, belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan (Soemanto, 2006: 112).
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu memahami (Hamalik, 2001: 27). Suhaenah (2001: 2), ”Belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya”.
Menurut Hamalik (2004: 27), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar juga merupakan suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku yang baru sebagai hasil dari pengalaman. Belajar adalah suatu usaha sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki baik fisik, mental, panca indra, otak atau anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya.
Setiap individu pasti mengalamai proses belajar. Belajar dapat dilakukan oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun orang tua, dan akan berlangsung seumur hidup. Dalam pendidikan disekolah belajar merupakan kegiatan yang pokok yang harus dilaksanakan. Tujuan pendidikan akan tercapai apabila proses belajar dalam suatu sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam prosses pembelajaran.
Djamarah (2002: 15-16) menjelaskan bahwa ciri-ciri belajar sebagai berikut.
1.    Perubahan yang terjadi secara sadar.
2.    Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.
3.    Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4.    Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
5.    Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
6.    Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.
Slameto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.  Berikut ini ciri-ciri perubahan tingkah laku menurut Slameto (2010: 2).
1.    Perubahan terjadi secara sadar.
2.    Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
3.    Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4.    Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
5.    Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
6.    Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku pada diri seseorang dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Di dalam belajar terdapat prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan, Dalyono (2005: 51-54) mengemukakan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut.
1.    Kematangan jasmani dan rohani
Salah satu prinsip utama belajara dalah harus mencapai kematangan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkatan yang dipelajarinya. Kematangan jasmani yaitu setelah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya telah kuat untuk melakukan kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar.
2.    Memiliki kesiapan
Setiap orang yang hendak belajar harus memiliki kesiapan yakni dengan kemampuan yang cukup, baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar.
3.    Memahami tujuan
Setiap orang yang belajar harus memahami tujuannya, kemana arah tujuan itu dan apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting dimiliki oleh orang belajar agar proses yang dilakukannya dapat selesai dan berhasil
4.    Memiliki kesungguhan
Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk melaksanakannya. Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
5.    Ulangan dan latihan
Prinsip yang tidak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan. Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan.
Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil ahir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (Djamarah, 2000: 25). 
Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh murid dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Sukmadinata (2007: 102) mengatakan hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Sedangkan hasil belajar menurut Arikunto (2001:63) sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. 
Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes ahir catur wulan dan sebagainya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, model evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang harus diterima apa adanya (seperti: latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah, dan lain-lain) Suhardjono dalam Arikunto (2006: 55).
Menurut Slameto (2003: 54-60) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain.
1.    Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa)
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi tiga faktor, yakni:
a)    Faktor jasmaniah
        1)    Faktor kesehatan
         2)    Faktor cacat tubuh
b)    Faktor psikologis
        1)    Intelegensi
        2)    Bakat
        3)    Motif
       4)    Kematangan.
c)    Kesiapan. Faktor kelelahan
       1)    Faktor kelelahan jasmani
       2)    Faktor kelelehan rohani
2.    Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa)
Faktor yang berasal dari luar diri siswa sendiri terdiri dari tiga faktor, yakni:
a)    Faktor keluarga
      1)    Cara orang tua mendidik. 
       2)    Relasi antar anggota keluarga
       3)    Suasana rumah
       4)    Keadaan ekonomi keluarga
b)    Faktor sekolah
       1)    Metode mengajar
       2)    Kurikulum
       3)    Relasi guru dengan siswa
       4)    Relasi siswa dengan siswa
       5)    Disiplin sekolah
       6)    Alat pelajaran
       7)    Waktu sekolah
       8)    Standar pelajaran diatas ukuran
       9)    Keadaan gedung
      10)    Metode belajar
      11)     Tugas rumah
c)    Faktor masyarakat
       1)    Kesiapan siswa dalam masyarakat
       2)    Mass media
       3)    Teman bergaul
       4)    Bentuk kehidupan masyarakat
Hasil belajar adalah suatu pencapaian yang diperoleh oleh siswa dalam proses pembelajaran yang dituangkan dengan angka maupun dalam pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari atas ilmu yang didapat. Hasil belajar  yang tinggi atau rendah  menunjukkan keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran. 
Suparno dalam Sardiman (2004: 38) mengatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Djaali (2008: 99) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut.
1.    Faktor Internal (yang berasal dari dalam diri)
       a)    Kesehatan
       b)    Intelegensi
       c)    Minat dan motivasi
       d)    Cara belajar
2.    Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri)
       a)    Keluarga
       b)    Sekolah 
       c)    Masyarakat
      d)    Lingkungan 
Untuk mengukur  keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan taraf sebagai berikut.
1.    Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa.
2.    Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-99%.
3.    Baik/minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%.
4.    Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%. (Djamarah, 2006: 107).
Sehubungan dengan hal di atas, adapun hasil pengajaran dikatakan betul-betul baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.    Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa.
2.    Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik. 
Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya (Sardiman,  2008: 49).  
Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan  prilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas prilaku yang diinginkan dan mereka mendapatkan bahwa prilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan antara penampilan prilaku yang sekarang dengan yang diinginkan. 
Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.
Hasil belajar pada satu sisi adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapot, sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 4).

PENGERTIAN HASIL BELAJAR SISWA


Pengertian Hasil Belajar Siswa Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Beajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.Pengertian, Definisi Hasil Belajar Siswa Menurut Para Ahli

Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru),  seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

2.  Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh  kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39).

"Belajar  adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. Hasil belajar siswa

Daftar Pustaka (Update 24 Oktober 2012) 

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensido Offset.

Ali Muhammad Syaikh Quthb, 2005. Amal Shaleh Pengantar ke Surga dan Penyelamat dari Neraka,  Jakarta Timur : Pustaka al-Kautsar 

Jumat, 24 Mei 2013

TEKNIK TES DAN NON TES


Teknik Tes dan Non Tes dalam Evaluasi

A. Teknik Tes
Ada dua macam teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan evaluasi, yaitu teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes meliputi tes lisan, tes tertulis dan tes perbuatan. Tes lisan dilakukan dalam bentuk pertanyaan lisan di kelas yang dilakukan pada saat pembelajaran di kelas berlangsung atau di akhir pembelajaran. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan tertulis, baik pertanyaan maupun jawabannya. Sedangkan tes perbuatan atau tes unjuk kerja adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan perbuatan atau tindakan.
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes bertujuan untuk mengetahui:
a.  Tingkat kemampuan awal siswa
b.  Hasil belajar siswa
c.  Perkembangan prestasi siswa
d.  Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
Tes lisan dilakukan melalui pertanyaan lisan untuk mengetahui daya serap siswa. Tujuan tes lisan ini terutama untuk menilai:
a.  Kemampuan memecahkan masalah
b.  Proses berpikir terutama melihat hubungan sebab akibat
c.  Kemampuan menggunakan bahasa lisan
d.  Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang dikemukakan.
Tes tertulis dapat berbentuk uraian (essay) atau soal bentuk obyektif (objective tes). Tes uraian merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
Cara-cara penyusunan tes esai yang dimaksud:
  1. Guru hendaknya memfokuskan pertanyaan esai pada materi pembelajaran yang tidak dapat diungkap dengan bentuk tes lain misalnya tes objektif
  2. Guru kendaknya memformulasikan item pertanyaan yang mengungkap perilaku spesifik yang diperoleh dari pengalaman hasil belajar.
  3. Item-item pertanyaan tes esai sebaiknya jelas dan tidak menimbulkan kebingungan sehingga siswa dapat menjawabnya dengan tidak ragu-ragu
  4. Sertakan petunjuk waktu pengerjaan untuk setiap pertanyaan, agar para siswa dapat memperhitungkan kecepatan berpikir, menulis dan menuangkan ide sesuai dengan waktu yang disediakan.
  5. Ketika mengontruksi sejumlah pertanyaan essai, para guru hendaknya menghindari penggunaan pertanyaan pilihan. Misalnya pilih empat soal dari lima pertanyaan yang tersedia.
Menurut Sukardi (2008) kelebihan dan kelemahan tes esai, kelebihannya yaitu:
  1. Mengukur proses mental siswa dalam menuangkan ide ke dalam jawaban item secara tepat
  2. Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan bahasa mereka sendiri.
  3. Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai, dan menyatakan pemikiran siswa secara aktif.
  4. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat mereka sendiri.
  5. Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami suatu permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di dalam kelas
Kelemahan:
  1. Dalam memeriksa jawaban pertanyaan tes esai, ada kecenderungan pengaruh subjektif yang selalu muncul dalam pribadi seorang guru.
  2. Pertanyaan esai yang disusun oleh seorang guru atau evaluator cenderung kurang bisa mencakup seluruh materi yang telah diberikan
  3. Bentuk pertanyaan yang memiliki arti ganda, sering membuat kesulitan pada siswa sehingga memunculkan unsur-unsur menerka dan menjawab dengan ragu-ragu.
Tes objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan.
1. Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah.
Kelebihan betul salah yaitu;
  • Item tes betul salah memiliki karakteristik yang menguntungkan, yaitu mudah dan cepat dalam menilai
  • Untuk item betul salah yang dikonstruksi secara cermat, membawa implikasi kepada peserta didik, yaitu waktu mengerjakan soal lebih cepat diselesaikan
  • Seperti bentuk tes objektif lainnya, item tes benar salah hasil akhir penilaian dapat objektif
Kelemahan betul salah;
  1. Mengonstruksi item tes betul salah pada umumnya diperlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembuatan tes essai
  2. Penggunaan pertanyaan alternatif lebih memungkinkan peserta didik mengira-ngira jawaban.
2. Bentuk soal pilihan ganda atau pilihan jamak (multiple choice)
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat.
Kelebihan bentuk soal pilihan ganda yaitu;
  1. Tes pilihan ganda memiliki karakteristik yang baik untuk suatu alat pengukur hasil belajar siswa
  2. Item tes pilihan ganda yang dikonstruksi dengan intensif dapat mencakup hampir seluruh bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru di kelas.
  3. Item tes pilihan ganda adalah tepat untuk mengukur penguasaan informasi para siswa yang hendak dievaluasi.
Kelemahan bentuk soal pilihan ganda yaitu;
  1. Mengonstruksi item tes betul salah pada umumnya diperlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembuatan tes essai
  2. Penggunaan pertanyaan alternative lebih memungkinkan peserta didik mengira-ngira jawaban.
3. Bentuk soal menjodohkan (matching)
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel. Kedua kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Kelebihan bentuk soal menjodohkan
  1. Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.
  2. Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antara dua hal yang berhubungan.
  3. Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas.
Kelemahan bentuk soal menjodohkan
  1. Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan
  2. Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal yang berhubungan
4. Bentuk soal jawaban singkat (isian)
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol.
Kelebihan bentuk soal jawaban singkat;
  1. Menyusun soalnya relatif mudah
  2. Kecil kemungkinan siswa member jawaban dengan cara menebak
  3. Menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat
  4. Hasil penilaiannya cukup objektif
Kelemahan bentuk soal jawaban singkat;
  1. Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.
  2. Memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya sekalipun tidak selama bentuk uraian
  3. Menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.
B. Teknik Non Tes
Teknik tes bukanlah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik lainnya yang dapat digunakan, yaitu teknik non tes. Dengan teknik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik melainkan dilakukan melalui:
1. Pengamatan atau observasi
Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Alat yang digunakan berupa lembar observasi yang disusun dalam bentuk check list atau skala penilaian.
2. Wawancara
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilasanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara yang mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.
3. Angket
Angket adalah wawancara yang dilakukan secara tertulis. Angket dapat digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar. Angket dapat diberikan langsung kepada peserta didik, dapat pula diberikan kepada orang tua mereka.
4. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, dan lain-lain yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Kepustakaan:
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Nana Sudjana. 1989. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Sudijono Anas. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada
Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima

ALAT-ALAT TES


Pengantar
Secara garis besar, alat penilaian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes dan nontes. Baik tes maupun nontes, keduanya dapat dipergunakan untuk mendapatkan informasi atau data-data penilaian tentang subjek yang dinilai secara berhasil guna jika dipakai secara tepat. Artinya, kita harus dapat menentukan kapan mempergunakan tes dan kapan mempergunakan nontes. Pemilihan secara tepat terhadap kedua jenis alat penilaian tersebut tak dapat dipisah dari tujuan penilaian dan jenis informasi yang diharapkan.Sebelum dijelaskan lebih jauh tentang pengelompokan teknik tes dan nontes, terlebih dahulu perlu kiranya dijelaskan pengertian dari tes. Secara harfiah, kata tes berasal dari bahasa Perancis Kuno, yaitu testum dengan arti ‘piring untuk menyisihkan logam-logam mulia’. Ada beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan sehubungan dengan pengertian tes tersebut, yaitu istilah tes, testing, testee, dan tester. Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian, testing berarti saat dilaksanakan pengukuran dan penilaian, tester berarti orang yang melaksanakan tes, testee adalah orang yang mengikuti tes (Sudijono, 1996:66).
Penggolongan Tes
Alat penilaian dapat dibedakan menjadi tes dan nontes.
Tes
(1) berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur
a. Tes Seleksi/Ujian Saringan/Ujian Masuk
Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa/mahasiswa baru.
b. Tes Awal (Pretes)
Tes ini dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Dengan demikian, tes ini berisi soal-soal yang mudah. Setelah pretes ini berakhir, tindak lanjutnya adalah jika dalam tes awal itu semua materi yang ditanyakan dapat dijawab dengan baik oleh peserta didik, materi yang telah ditanyakan pada tes awal itu tidak akan diajarkan kepada peserta didik, begitu pula sebaliknya.
c. Tes Akhir (Post Test)
Tes ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai sebaik-baiknya oleh para peserta didik. Isi atau materi tes akhir ini adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting yang telah diajarkan kepada para peserta didik dan biasanya naskah tes terakhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal. Jika hasil tes akhir ini lebih baik daripada tes awal, dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dengan baik.
d. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Tes diagnostik ini juga bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk menerima pengetahuan selanjutnya. Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik ini pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami oleh siswa.
e. Tes Formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh manakah peserta didik terbentuk (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam waktu tertentu.
Tes formatif ini biasa dilaksanakan di tengah-tengah perjalanan program pengajaran, yaitu pada setiap kali satuan pelajaran atau subpokok bahasan terakhir atau dapat diselesaikan. Di sekolah-sekolah, tes formatif ini biasa dikenal dengan ulangan harian. Materi dari tes formatif ini biasanya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang telah diajarkan. Butir-butir soalnya terdiri atas butir soal yang mudah dan yang susah. Tujuan dari tes sumatif adalah untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik dan sekaligus juga untuk memperbaiki proses pembelajaran.
f. Tes Sumatif
Tes ini adalah tes yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan istilah ulangan umum atau ebta. Nilai ebta ini dipakai untuk mengisi nilai rapot atau nilai ijazah. Tes ini disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah diberikan selama satu catur wulan atau satu semester. Tes sumatif ini dilaksanakan secara tertulis agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Butir-butir soal yang dikemukakan dalam tes ini pada umumnya juga lebih sulit daripada butir-butir soal tes formatif.
(2) tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkapkan
a. Tes intelegensi adalah tes yang dilaksanakan untuk mengungkapkan atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
b. Tes kemampuan adalah tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkapkan kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
c. Tes sikap adalah salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkapkan predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu.
d. Tes kepribadian adalah tes yang dilaksanakan untuk mengungkapkan ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suaru, hobi, atau kesenangan.
e. Tes hasil belajar adalah tes yang biasa digunakan untuk mengungkapkan tingkat pencapaian atau prestasi belajar.
(3) berdasarkan banyaknya orang yang mengikuti tes
Berdasarkan banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dikelompokkan menjadi tes individual dan tes kelompok.
(4) berdasarkan waktu yang disediakan bagi testee
Berdasarkan waktu yang disediakan bagi testee, tes terdiri atas power test dan speed test. Power test adalah tes yang tidak ada pembatasan waktu bagi testee, sedangkan speed test adalah tes yang membatasi waktu pengerjaan tes bagi testee.
(5) berdasarkan bentuk respon
Berdasarkan bentuk respon, tes dikelompokkan menjadi verbal test dan nonverbal test. Verbal test adalah tes yang menghendaki jawaban (respon) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tulisan, sedangkan nonverbal test adalah tes yang menghendaki jawaban (respon) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku.
(6) berdasarkan cara mengajukan pertanyaan
a. Tes tertulis adalah tes yang mengajukan butir-butir pertanyaan dalam bentuk tertulis dan testee memberikan jawaban juga dalam bentuk tertulis.
b. Tes lisan adalah tes yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk lisan dan testee juga memberikan jawaban dalam bentuk lisan.
(7) berdasarkan penyusunnya
a. tes buatan guru
Ciri dari tes buatan guru adalah sebagai berikut:
sesuai dengan namanya, tes ini dibuat oleh guru kelas itu sendiri. Tes tersebut dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan setelah berlangsungnya proses pembelajaran yang dikelola oleh guru kelas yang bersangkutan,
penyusunan butir-butir tes harus mendasarkan diri kepada tujuan (khusus) dan deskripsi bahan yang telah diajarkan,
pada umumnya tes buatan guru tidak diujicobakan terlebih dahulu karena berbagai hal, baik yang menyangkut masalah waktu, kesempatan, tenaga, biaya, dan juga kemampuan guru itu sendiri untuk menganalisisnya.
taraf ketepercayaan tes buatan guru sering dikatakan rendah atau tidak diketahui secara pasti karena memang jarang dilakukan pengujian,
tes buatan guru bertujuan untuk mengetahui kadar pencapaian tujuan pembelajaran yang telah disusun, tingkat penguasaan bahan siswa, memberikan nilai kepada siswa sebagai laporan hasil belajarnya di sekolah
tes buatan guru didasarkan pada tujuan khusus yang dirumuskan sendiri oleh guru tersebut.
b. Tes Standar
Tes standar ini sebenarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes bakat (aptitude test) dan prestasi (achievement test) walaupun keduanya mengandung sifat ketumpangtindihan. Tes standar yang dibicarakan berikut adalah tes standar yang berupa prestasi. Pengertian standar dapat diartikan sebagai suatu tingkat kemampuaan tertentu yang harus dimiliki siswa pada program-program tertentu (SD, SMP, SMA). Pengertian standar dalam tes lebih dimaksudkan bahwa tes tersebut dikerjakan oleh semua siswa dengan mengikuti petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula.
Ciri tes standar adalah sebagai berikut:
- penyusunan tes standar biasanya dilakukan oleh sebuah tim yang sengaja dibentuk,
- seleksi bahan dan tujuan didasarkan pada kurikulum atau buku-buku teks yang dipakai secara nasional,
- tes diujicobakan kepada sejumlah siswa, hasilnya dianalisis, yaitu analisis butir soal untuk mencari koefisien taraf kesukaran dan daya pembeda,
- tes bersifat seragam dan dipergunakan di semua sekolah. Jadi, tes ini lebih bersifat nasional dan dipakai berkali,
- tes standar didasarkan pada tujuan umum yang diharapkan dapat merangkum semua tujuan khusus yang disusun oleh guru di berbagai sekolah,
- tes standar biasanya telah dilengkapi dengan sebuah manual yang berisi petunjuk-petunjuk penting tentang pelaksanaan tes, penskoran, dan penafsiran terhadap hasil tes. Manual juga memuat keterangan tentang proses standardisasi seperti kegiatan uji coba, analisis hasil, revisi, dan juga informasi tentang tingginya taraf kesahihan dan ketepercayaan tes.
Nontes
- observasi
- wawancara
- angket
- pemeriksaan dokumen

TES SEBAGAI ALAT TES HASIL BELAJAR


Ada dua jenis tes yaitu tes uraian atau tes esai dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur. Sedangakan tes objektif terdiri dari bentuk pilihan benar-salah, pilihan ganda dengan beberapa variasinya, menjodohkan, dan isian bpendek atau melengkapi.
  • Tes Uraian
 Kelebihan dari tes uraian adalah:
  • dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi
  • dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah berbahasa
  • dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran
  • mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
  • adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama
Kekurangan dari tes uraian adalah:
  • sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak akan mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan
  • sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, ataupun dalam cara memeriksa
  • tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama
Jenis-jenis tes uraian
  • Uraian bebas. Dalam uraian bebas jawaban peserta didik tidak dibatasi, bergantung pada pandangan peserta didik itu sendiri. Di lain pihak guru juga bebas menilai jawaban yang dianggapnya benar, yang kurang benar atau kurang lengkap dan salah sama sekali. Kelemahan tes ini adalah sukar menilainya karena jawaban peserta didik bisa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilai.
  • Uraian terbatas. Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatas tertentu. Pembatasan bisa dari segi ruang lingkup, sudut pandang, indikator-indikatornya. Penilaian untuk tes terbatas lebih mudah daripada uraian bebas karena telah ada indikatornya. 
  • Uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Uraian berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Soal berstruktur berisi unsur-unsur pengantar soal, seperangkat data, dan serangkaian subsoal. Keuntungan soal berstruktur diantaranya: satu soal bisa terdiri dari beberapa subsoal atau pertanyaan, setiap pertanyaan yang diajukan mengacu pada suatu data tertentu sehingga jelas dan terarah, soal-soal berkaitan satu sama lain dan bisa diurutkan berdasarkan tingkat kesulitan. Kelemahannya: bidang yang diujikan menjadi terbatas, kurang praktis sebab satu permasalahan harus dirumuskan dalam pemaparan yang lengkap disertai data yang memadai.
  • Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan karena luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan
Jenis-jenis tes objektif
  • Bentuk soal jawaban singkat. Bentuk ini menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat bernilai benar atau salah. Kelebihan: menyusun soalnya relatif lebih mudah, kecil kemungkinan peserta didik memberi jawaban dengan cara menebak, menuntut peserta didik untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat, hasil penilaiannya cukup mudah. Kekurangan: kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi, memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya sekalipun tidak selama soal uraian, menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban peserta didik membingungkan pemeriksa.
  • Bentuk soal benar-salah. Bentuk soal ini adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan benar dan sebagian lagi pernyataan salah. Kelebihan: pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif, soal dapat disusun dengan mudah. Kekurangan: kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi, banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan.
  • Bentuk soal menjodohkan. Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok yang pararel. Kedua kelompok ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian dari soal dan kelompok sebelah kanan merupakan bagian dari jawaban. Kelebihan: penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif, tepat digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi dua hal yang berhubungan, dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas. Kekurangan: hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan, sukar untuk menentukan materi yang mengukur hal-hal yang berhubungan.
  • Bentuk soal pilihan ganda. Bentuk soal ini adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Kelebihan: materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran yang telah diberikan, jawaban dapat dinilai dengan mudah dan cepat dengan kunci jawaban, jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah. Kekurangan: kemungkinan untuk menebak jawaban cukup besar, proses berpikir peserta didik tidak dapat dilihat dengan nyata

KONSEP DASAR EVALUASI HASIL BELAJAR


A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing.
Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikh S., menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data.
Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan “Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”
Pengertian penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) “The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or objects according to certain established rules”
B. Tujuan Evaluasi
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi dilaksanakan dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:
1. Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2. mengetahui tingkat keberhasilan PBM
3. menentukan tindak lanjut hasil penilaian
4. memberikan pertanggung jawaban (accountability)
C. Fungsi Evaluasi
Sejalan dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi:
1. Selektif
2. Diagnostik
3. Penempatan
4. Pengukur keberhasilan
Selain keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:
1. Remedial
2. Umpan balik
3. Memotivasi dan membimbing anak
4. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
5. Pengembangan ilmu
D. Manfaat Evaluasi
Secara umum manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi dalam pembelajaran, yaitu :
1. Memahami sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan kondisi dosen
2. Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan “masalah”, dll
3. Meningkatkan kualitas PBM : komponen-komponen PBM
Sementara secara lebih khusus evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.
Bagi  Siswa
Mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : Memuaskan atau tidak memuaskan
Bagi Guru
1. mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan : melanjutkan, remedial atau pengayaan
2. ketepatan materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll.
3. ketepatan metode yang digunakan
Bagi Sekolah
1. hasil belajar cermin kualitas sekolah
2. membuat program sekolah
3. pemenuhan standar
E. Macam-macam Evaluasi
1. Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
2. Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
3. Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif
Ditinjau dari
Tes Diagnostik
Tes Formatif
Tes Sumatif
Fungsinya
*mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya
*menentukan kesulitan belajar yang dialami
*Umpan balik bagi siswa, guru maupun program untuk menilai pelaksanaan   suatu unit program
*Memberi tanda telah mengikuti suatu program, dan menentukan posisi   kemampuan siswa dibandingkan dengan anggota kelompoknya
cara memilih tujuan yang dievaluasi
*memilih tiap-tiap keterampilan prasarat
*memilih tujuan setiap program pembelajaran secara berimbang
*memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan
Mengukur semua tujuan instruksional khusus
Mengukur tujuan instruksional umum
Skoring (cara menyekor)
*menggunakan standar mutlak dan relatif
*menggunakan standar mutlak
*menggunakan standar relatif
F. Prinsip Evaluasi
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1. Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat     penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. à patokan : Kurikulum/silabi.
2. Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya     komprehensif.
4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1. Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
3. Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan     PAN)
4. Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar     mengajar.
5. Penilaian harus bersifat komparabel.
6. Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.
G. Pendekatan Evaluasi
Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:
Rentang Skor Nilai
80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E / Tidak lulus
2. Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya.
H. Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan standard deviation) sehingga akan terjadi penyebaran kemampuan menurut kurva normal.
Catatan: mengacu pada kurikulum 1975
(Sumber : Prof. Nana Sudjana)